12952418461338628113

Ilustrasi/Admin Kompasiana  (shutterstock.com)

 

Semenjak demonstrasi besar-besaran di tahun 1998 yang telah membuka keran-keran demokrasi di Republik Indonesia ini terbuka. Perkembangan demokrasi ini, lama kelamaan seperti keran yang bocor di sana sini.

Demokrasi sendiri berasal dari perkataan Yunani, demokratia, yang berarti kekuasaan rakyat, atau suatu bentuk pemerintahan negara, dimana rakyat berpengaruh di atasnya, atau pemerintahan rakyat.

Perlahan demokrasi telah menempatkan kita untuk bebas mengemukakan pendapat dalam mengkritisi kebijakan pemerintah. Sebagai rakyat yang telah memilih pimpinannya tentu punya hak untuk mengawal pimpinannya.

Bangsa Indonesia telah menghirup udara kebebasan mengemukakan pendapat, kritik dan tuntutan sejak reformasi digaungkan dan runtuhnya rezim orde baru. Tapi perlukah norma-norma dalam mengemukakan pendapat, kritik dan tuntutan?

Ngeri rasanya mendengar orang yang mengkritik tapi dengan cara-cara menghina, mengejek bahkan menghakimi. Lebih miris bila mengkritik atau menuntut dengan anarkis. Bukan lagi berupa sentilan-sentilan tapi sudah jadi tonjokan-tonjokan.

Kita ambil contoh yang sedang hangat-hangatnya, yaitu rencana pemblokiran RIM oleh Kemenkominfo. Ada beberapa hal dari kebijakan yang disampaikan Menteri Kemenkominfo Tiffatul Sembiring yang memang tidak substansial. Hal ini perlu dikritisi. Namun hinaan dan tudingan di media twitter sudah sangat kelewatan.

Yang lebih kelewatan adalah ketika tema tersebut di kemas dalam acara Provocative Proactive di Metro TV yang disiarkan secara live hari Kamis, 13 Januari 2011 Jam 22.05 WIB dengan tema GO_BLOCK. Dalam tayangan tersebut bukan lagi mengkritik kebijakan pemerintah tapi sudah menghina seorang Menteri secara personal atau pribadi. Hal ini sungguh disayangkan karena acara tersebut adalah acara yang dikemas untuk anak muda agar lebih melek politik dan lebih sensitif terhadap berbagai kebijakan pemerintah.

Acara tersebut seperti telah memberi pelajaran bagi generasi muda cara mengkritik sebuah kebijakan dengan cara menghina secara personality si pemberi kebijakan. Bukan cara yang baik untuk memajukan generasi muda, walaupun tujuannya baik.

Hal seperti itu sering kita lihat di beberapa kesempatan lain, bahkan para orang-orang penting pun seperti anggota DPR, pengamat-pengamat dan opini-opini beberapa media pun terlihat lebih pada menghakimi bahkan menuduh bukan mengkritik.

Dalam berdemokrasi bukan lantas kita berhak menghina dan menghakimi orang sesuka kita, tapi cobalah mengkritik dengan elegan dan bijaksana. Sehingga akan membawa Indonesia menjadi lebih maju dengan alam demokrasi yang baik.

Bebaslah mengungkapkan pendapat, kritik dan tuntutan pada norma-norma yang baik. Atau dalam istilah saya ‘NYENTIL BOLEH ASAL JANGAN NONJOK’.

Bagi yang belum nonton acara Provocative Proactive ini linknya:http://www.metrotvnews.com/read/newsprograms/2011/01/13/7957/449/Go_Block

Baca juga alasan dari Pandji salah satu hostnya mengenai mengapa acara tersebut dikemas seperti ituhttp://www.pandji.com/lawan/

 

____

Tulisan ini sudah pernah saya posting di Kompasiana –> http://sosbud.kompasiana.com/2011/01/17/nyentil-boleh-asal-jangan-nonjok/