SMA Negeri I Sentani
Gambar diambil dari: http://picasaweb.google.com/timspapua/SMAN1Sentani#

Waktu aku SMA di Papua, guru-guruku mayoritas masih muda-muda, baru pada lulus  kuliah di berbagai universitas negeri di Jawa. Yang terpanggil untuk mengajar di Papua.

Saat naik kelas 2 SMA aku masuk jurusan A1 Fisika (pada masa itu, pembagian jurusan ada 4, Fisika, Biologi, Sosial dan Budaya) dan wali kelasku adalah seorang guru fisika masih muda dan lumayanlah. Beliau lulusan perguruan tinggi negeri di Jawa. Begitu lulus langsung mengajar di Papua saat dia jadi wali kelasku, dia sudah 4 tahun mengajar di sekolahku.

Kelas Fisika di sekolah aku peminatnya sedikit, sudahlah sedikit perempuannya lebih sedikit lagi. Dan kebetulan aku agak sedikit ‘tomboy’, jadi teman dekat aku mayoritas laki-laki.

Hal yang aneh aku rasakan adalah seringnya aku dipanggil ke ruang guru oleh wali kelas aku. Diantaranya karena aku makan sambil jalan, katanya kambing saja kalau makan sambil berdiri; aku main bola di depan kelas dengan anak laki-laki; main kelereng di halaman sekolah dan aku perempuan sendiri; bolos saat mata pelajaraan geografi; terlambat saat mata pelajaran sejarah; berteman terlalu akrab dengan laki-laki dan masih banyak lagi yang lain.

Memang kalau ditilik dari kesalahan yang aku buat sangat wajar kalau aku ditegur, tapi masalahnya temanku yang lain hanya dipanggil paling 5 menit, aku bisa menghabiskan waktu istirahatku di ruang guru untuk mendengar kuliahnya yang panjang tentang satu masalah. Bahkan bisa dua jam, bila kebetulan pelajarannya sedang tidak ada guru. Yang katanya aku harus sadar diri, aku perempuan jadi jangan pernah berpikir untuk jadi laki-laki lah, jangan tertawa keras lah atau harus berlaku selayaknya perempuan.

Sampai-sampai Kepsek pernah bertanya ‘kamu punya masalah apa? kenapa sering kali di panggil oleh wali kelas?’. Aku bingung mau jawab apa. Belum lagi guru-guru yang lain mulai buat gosip, kalau aku pacaran lah  dengan wali kelasku. Sungguh kesimpulan yang aneh, karena malah aku kesal sekali dengan wali kelasku ini. Karena selain dipanggil ke ruang guru, aku selalu dijadikan contoh kasus terhadap berbagai nasihat yang disampaikan di kelas di depan teman-teman aku, walaupun secara tidak langsung ataupun berupa sindiran. Teman-teman aku pun mulai mengolok-olok kalau Pak guru itu suka sama aku. Makin risih saja rasanya.

Hal yang paling mengejutkan saat tiba-tiba kami duduknya harus pindah, yang laki-laki di depan semua dan yang perempuan di belakang. Karena aku tadinya duduk dengan teman laki-laki dan jumlah siswa perempuan ganjil, jadilah aku duduk sendirian di belakang. Waktu istirahat saya di panggil hanya untuk menjelaskan kenapa duduknya harus dengan formasi tersebut. Katanya selain menjalankan syariah agama, juga menjaga perasaan banyak orang. Menurutnya, saat aku becanda dengan teman sebangku aku, teman laki-laki aku banyak yang iri, selain itu ada teman perempuan aku yang dari sorot matanya seperti suka dengan guruku itu dan duduknya paling depan dan itu membuat dia risih.

Terlebih mengherankan lagi, saat  naik kelas 3, seharusnya wali kelas kami guru Matematika, tapi ternyata tetap sama dengan wali kelas di kelas 2. Kami akhirnya bertanya kepada guru matematika, kenapa bukan dia wali kelas kami, ternyata itu permintaan Pak guru fisika, katanya dia masih ingin membimbing kami hingga lulus.

Gosip pun semakin menggila, mulai dari siswa sampai guru semua bilang ini pasti gara-gara aku. Aku selalu heran dengan kesimpulan mereka, karena menurutku wali kelasku ini malah seperti membenci aku, apapun yang aku lakukan salah. Sampai-sampai H-1 terima rapor, aku dipanggil selama 3 jam dan aku diceramahi kenapa prestasi aku menurun, bla bla bla. Aku sempat kepikiran karena bukan sombong ya, aku selalu juara umum sejak kelas 1. Jadilah melarang orang tua aku menerima rapor, aku minta tolong orang lain yang terima rapor aku dan bermalas-malasan datang ke acara pembagian rapor itu. Dan yang bikin dongkol aku tetap Juara Umum. Benar-benar bikin aku jantungan.

Saat lulus SMA, karena aku harus segera daftar ulang di Undip, aku minta percepatan Ijazah, NEM dan Rapor. Dan memang bantuannya luarbiasa, karena aku bisa dapat itu semua sehari sebelum pengumuman lulus. Ekspress.

Yang tak terduga dan terbayangkan, tiba-tiba aku terima surat cinta dari guruku ini lewat adikku (dulu SMS belum populer sih). Sungguh membingungkan dan tak tau harus balas apa. Setelah sebulan di Semarang, baru aku balas dengan bahasa sehalus mungkin dan berbagai permohonan maaf.

Namun apapun itu aku berharap guruku bahagia dengan kehidupannya sekarang dan terima kasih tak terhingga atas jasanya yang sudah sabar mempunyai siswa seperti aku, juga atas berbagai nasihatnya. Semua itu tentu telah menjadikan aku jadi seperti sekarang.

Juga tentu terima kasih untuk semua guruku dari TK sampai Perguruan Tinggi atas segala kesabaran dan ketulusannya.

Selamat Hari Pendidikan Nasional. Tetap semangaaat..

______

Tulisan ini sudah pernah saya tayangkan di kompasiana.com tanggal 25 November 2010.