13109926451346336018

Farid Gaban/Admin (http://fgaban.wordpress.com/about/)

 

Kemarin baca linimasanya Farid Gaban di Twitter, saya belajar banyak tentang bagaimana memahami beda prinsip jurnalistik dengan kebenaran hukum.

Dalam akunnya @fgaban, beliau mengkritisi Koran Tempo dalam memberitakan kasus dugaan korupsi terhadap Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum.

Farid Gaban menulis: “Saya mendukung dugaan korupsi terhadap Anas Urbaningrum dibongkar tuntas lengkap dengan bukti kerasnya. Tapi kalau tiga hari berturut-turut cuma main framing,  Koran Tempo sedang berpolitik bukan berjurnalisme.”

Kritikan tersebut ditujukan karena Koran Tempo yang menayangkan berita tentang Anas Urbaningrum selama tiga hari berturut-turut, yaitu pada tanggal 15 Juli 2011: “PERUSAHAAN ISTRI ANAS KEBAGIAN PROYEK BUMN“, tanggal 16 Juli 2011: “BUMN BAGIKAN PROYEK KE NAZAR DAN ISTRI ANAS” dan tanggal 17 Juli 2011: “ADHI KARYA AKUI BERI PROYEK KE NYONYA ANAS

Dalam berita tersebut Tempo menuliskan bahwa istri Anas menjadi Komisaris di PT Dutasari Citralaras. Saat dikonfirmasi, Anas dan istrinya menjawab berbeda. Menurut istri Anas: “Saya baru dengar (PT Dutasari)” dan menurut Anas: “Saya tak akan ngomong itu fitnah”.

Tempo juga menemui catatan bahwa PT Dutasari Citralaras pernah menjadi dua rekanan BUMN yaitu PT Pembangunan Perumahan dan PT Adhi Karya. Dan PT Adhi Karya sendiri mengakui telah lama menjalin kerjasama dengan PT Dutasari Citralaras. Kunardi Sekretaris PT Adhi Karya, menyangkal bila kerjasamanya disebut fiktif dan akal-akalan BUMN untuk memberi setoran pada pihak terkait dengan Partai Politik.

Farid Gaban menyampaikan: “Kejanggalan itu bukan bukti tindakan kriminal. Sangat elementer dalam jurnalisme. Indikasi atau bukti tak langsung bisa jadi pintu masuk. Tapi kalau 3 edisi berturut-turut cuma di pintu?” Kemudian dia menganalogikan: “kalau saya berdiri bawa belati berlumur darah dekat mayat apakah pasti saya pembunuhnya? Kalau sidik jari saya ada di belati itu, apakah pasti saya pembunuhnya?”

Farid Gaban pernah bekerja di Tempo pada tahun 1999 – 2005. Salutnya dia bisa mengkritik pemberitaan tempat dimana dia dulu pernah bekerja.

“Dalam kasus Anas bagus jika Koran Tempo menemukan penyimpangan tender bukan indikasi remeh-temeh. Media itu bukan bawahan polisi atau KPK. Kebenaran dan prinsip jurnalisme beda dengan kebenaran hukum. Tuduhan korupsi adalah tuduhan serius, kalau menulis berkali-kali tanpa bukti itu namanya framing. Media yang buat tuduhan seseorang korupsi berkewajiban membuktikan. Jangan lari dari tanggungjawab. Kalau Koran Tempo hanya mengumbar tuduhan tanpa bukti itu namanya lari dari tanggungjawab, bukan?”, lanjut Farid di akun twitternya.

Setelah membaca Tempo dan membaca linimasanya Farid Gaban, saya jadi semakin mengerti berita itu bisa menggiring orang ke suatu opini tertentu. Bila dicermati berita tiga hari berturut-turut itu memang isinya hanya itu-itu saja, hanya disampaikan dengan cara yang berbeda-beda.

Lalu bila ternyata pemberitaan itu salah bagaimana? Masih menurut Farid Gaban: “Meminta maaf telah membuat kesalahan itu bagus meski sering tak cukup. Prosedur jurnalistik meminimalkan kesalahan”.  Dan mengenai plintiran yang di sampaikan Farid Gaban: “Plintiran Koran Tempo dengan Judul: “Adhi Akui Beri Proyek ke Ny. Anas” sementara isi: “PT Dutasari mitra kerjasama (Adhi) dengan syarat tertentu”. Setelah saya baca kembali, ternyata memang ada plintiran berita disitu. Saya menjadi semakin mengerti dalam menyaring suatu berita yang disampaikan oleh media massa.

Farid Gaban menutup diskusinya dengan kalimat: “Investigasilah tuduhan korupsi Anas Urbaningrum secara tuntas benar atau salahnya. Jangan cuma permukaan. Saya kagum Anas sebagai politisi muda yang merangkak dari bawah. Tapi jika terbukti dia korupsi, saya akan ikut mengecamnya”.

Kebebasan media dalam memberitakan banyak hal saat ini, patut kita apresiasi, tapi kita juga harus lebih cerdas dalam menyikapi dan menyaring. Demikian juga dengan media harus banyak menyampaikan berita secara jurnalistik bukan secara politis. Tapi saya yakin semua tentu bertujuan demi Indonesia yang lebih baik. Terima kasih kepada Farid Gaban untuk inspirasinya.

Tambahan:

Setelah tulisan ini di baca Farid Gaban, beliau memberikan kepada saya tambahan dalam prinsip jurnalistik sebagai berikut:

    • Wartawan (tak cuma Tempo) sering lupa melihat, mana FAKTA dan mana KLAIM (sumber berita).
    • Dalam kasus terorisme, misalnya, banyak wartawan menelan mentah pernyataan polisi. Pernyataan itu KLAIM mereka, bukan FAKTA.
    • Tugas wartawan adalah memeriksa, memverifikasi, klaim/pernyataan narasumber. Jurnalisme adalah disiplin verifikasi. Kalau suatu pernyataan tak bisa diverifikasi sebaiknya tak ditulis. Atau ditulis dengan ekstra hati-hati, menegaskan SIAPA yg katakan.

 

____

Tulisan ini sudah pernah saya tayangkan di Kompasiana –> http://sosok.kompasiana.com/2011/07/18/belajar-prinsip-jurnalistik-dari-farid-gaban/